Senin, 24 Maret 2014

Perbandingan Sistem Ekonomi Taiwan, Singapura, dan Indonesia

Perbandingan Sistem Ekonomi Taiwan, Singapura, dan Indonesia

Model sistem ekonomi yang dilaksanakan oleh negara Taiwan, Singapura, dan Indonesia

TAIWAN

Pada awal mulanyaa system perekonomian Taiwan adalah peralihan dari Ekonomi Pertanian
menuju Ekonomi Modern. Kemudian bergeser dari Sistem Ekonomi pusat yang direncanakan Negara (Central planning economy).  Kapitalisme untuk kapitalistik dinamis ekonomi ke Model Pasar Batal. Dan sekarang, menggunakan Sistem Pasar, dimana system perekonomian mengarah pada kapitalisme pasar yang lebih dominan dan Kapitalisme Demokrasi diminimalisir dalam pelaksanaannya.

SINGAPURA

Ekonomi  Pasar  yang  Kapitalistik,  berlandaskan Perencanaan Ekonomi Indikatif, Peran penting Pemerintah  dalam  Pembangunan berdasarkan kerangka kerja perekonomian Terbuka (Perdagangan dan Modal LN)

INDONESIA

Era Orla (1945-1965)
Indonesia menggunakan Sistem Negara - directed pembangunan. Dimana pelaksanaan system ekonomi menggunakan rezim orde lama dengan sosialisme birokratis, dan mengartikulasikan gerakan nonblok. Pada masa ini tingkat inflasi 600% per tahun (1965), salah satu ekonomi termiskin di dunia dengan pendapatan per kepala rata-rata = $ 70 (Krisis Ekonomi 1).
Era Orba (1966 - 1998)
Menggunakan Sistem ekonomi Demokrasi Ekonomi, namaun realitanya masih "Tarik-ulur" antara Kadar kapitalisme tinggi Dan Kadar Sosialisme tinggi. Sistem ekonomi diarahkan pada pembangunan pada tahun 1966 - 1998 oleh rezim Orba dengan system Kapitalisme birokrasi, dan sistem kapitalisme krooni. Mengedepankan masuknya modal asing atau investasi dan utang luar negeri atau bantuan luar negeri. Dalam praktiknya peran ekonomi pasarekonomi pasar lebih dominan. Secara singkat, system ekonomi pada masa Orba bisa disimpulkan kalau masih condong ke kapitalisme.
Era Transisi (1998 - 1999)
Era transisi menggunakan Sistem ekonomi  Pancasila yang berlandaskan GBHN 1998. Namun pada era transisi ini system ekonomi Indonesia juga masih mengarah Ke Kadar Kapitalisme tinggi atau lebih condong pada system kapitalisme pada pelaksanaannya.
Era Reformasi (1999 - sekarang)
Indonesia menganut system ekonomi berbasis pasar di mana peran harga dan swasta memainkan peran penting.

Faktor-faktor yang menentukan keberhasilan Pembangunan (Pertumbuhan) Ekonomi di Taiwan, Singapura, dan Indonesia adalah sebagai berikut;

Faktor Penentu Keberhasilan Taiwan

Pelaksanaan program LANDREFORM, yang mencakup:
  • Tenaga kerjaterampil, kerja keras, dan produktivitas yang tinggi.
  • Sistem kredit yang diarahkan (directed credit).
  • Pertumbuhan ekonomi, dan tujuan ekuitas.
  • Ekspor ekonomi berorientasi pada perdagangan luar negeri.
  • Hubungan antara swasta dan Pemerintah berjalan baik.
  • Tingkat investasi domestik bruto tinggi (% dari GNP): 13,30% (1955), 20,20% (1960) 22,70% (1965), 25,6% (1970), 30,5% (1975), 33,8% (1980), 18,7% (1985), 21,9% (1990), 22,3% (1991 - 1994).
Faktor Penentu Keberhasilan Singapura

Sistem Control pemerintah
Melaksanakan pembangunan berencana dirumuskan oleh Departemen Keuangan dan Perdagangan dan Industri, dan Dewan Pengembangan Economic (1961).
System Control pemerintah terhadap Industri
Pemerintah secara aktif berpartisipasi dan memiliki saham di perusahaan swasta diaktifkan oleh Departemen Keuangan Didirikan

Modal Asing
Perusahaan-perusahaan asing mendominasi manufaktur, memproduksi 70% output, yang mempekerjakan 50% dari tenaga kerja, membuat 80% dari investasi modal baru, dan akuntansi 90% dari ekspor (1980).

Faktor Penentu Keberhasilan Indonesia

Salah satu factor pendukung keberhasilan pembangunan di Indonesia adalah adanya tahap perencanaan pembangunan yang tersusun sebagai berikut:
  • Rencana Jangka Pendek (Rencana Tahunan) Þ APBN.
  • Rencana Jangka Menengah dan PJP I (1969 – 1993) :
REPELITA I (1969 - 1973): meningkatkan output dari makanan pokok (terutama beras) dan pengembangan infrastruktur untuk pertumbuhan
REPELITA II (1974 – 1978): terus push di agricultural dan untuk mencapai pertumbuhan yang lebih besar di luar Jawa
REPELITA III (1979 – 1983): pembangunan industri
Repelita IV (1984 - 1988): penumpukan dasar industri, baja, plastik, dan petrokimia
 Repelita V (1989 - 1993): meningkatkan transportasi dan komunikasi
  • Pembangunan Jangka Panjang Tahap II  (PJP II) :
 Repelita VI – X (1994/1995 – 2023/2024) :                                                        
Rencana Tahap Tinggal Landas, dititik beratkan di Bidang ekonomi sebagai penggerak pembangunan, dan peningkatan mutu SDM, yang terpadu dengan bidang lainnya (1997-  2003 : Krisis Ekonomi) Þ Pelita VIII – X ditiadakan.
  • Program Pembangunan Nasional (Propenas) Tahun 1999 – 2004
Prioritas bidang Ekonomi, dan  langka-langkah Pemulihan Perekonomian dalam jangka Pendek (Krisis Ekonomi II),  dan pemantapan landasan Perekonomian dalam Jangka Menengah.
  • Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJPN) 2005 – 2025 :
RPJM 1 (2005 – 2009): Menata Ulang NKRI, Pembangunan yang aman, damai, adil, demokratis, dengan tingkat Kesejahteraan lebih baik.
RPJM 2 (2010 – 2014): Pemantapan NKRI, peningkatan mutu SDM, IPTEK, dan Daya saing perekonomian.
 RPJM 3 (2015 – 2019): Pemantapan pembangunan menyeluruh,  berkeunggulan  Kompetitif,  dan  Perekonomian berbasis SDA, mutu SDM, dan IPTEK.
RPJM 4 (2020 – 2024): Mandiri, maju, adil dan makmur, Pembangunan  di segala bidang, Struktur perekonomian yang kokoh berlandaskan Keunggulan Kompetitif.

Sistem Perekonomian Indonesia


Sistem Perekonomian Indonesia


Sistem ekonomi adalah cara suatu negara mengatur kehidupan ekonominya dalam rangka mencapai kemakmuran. Pelaksanaan sistem ekonomi suatu negara tercermin dalam keseluruhan lembaga-lembaga ekonomi yang digunakan untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan.
Perbedaan mendasar antara sebuah sistem ekonomi dengan sistem ekonomi lainnya adalah bagaimana cara sistem itu mengatur faktor produksinya. Perbedaan mendasar antara sebuah sistem ekonomi dengan sistem ekonomi lainnya adalah bagaimana cara sistem itu mengatur faktor produksinya.
Macam-macam sistem ekonomi:
  • Sistem Ekonomi Liberal: Sistem ekonomi liberal yaitu sistem ekonomi dimana ekonomi diatur oleh kekuatan pasar (permintaan dan penawaran). Sistem ekonomi liberal menghendaki adanya kebebasan individu melakukan kegiatan ekonomi. Sistem ekonomi liberal banyak dianut negara-negara Eropa dan Amerika Serikat.
  • Sistem Ekonomi Sosialis: Sistem ekonomi sosialis yaitu sistem ekonomi dimana ekonomi diatur negara. Dalam sistem ini, jalannya perekonomian sepenuhnya menjadi tanggung jawab negara atau pemerintah pusat. Sistem ekonomi sosialis banyak diterapkan di negara-negara Eropa Timur yang pada umumnya menganut paham komunis.
  • Sistem Ekonomi Campuran: Sistem ekonomi campuran merupakan penggabungan atau campuran antara sistem ekonomi liberal dan sosialis. Dalam sistem ini pemerintah bekerja sama dengan pihak swasta dalam menjalankan kegiatan perekonomian. Sistem ini banyak diterapkan di negara-negara yang sedang berkembang.
Sistem perekonomian Indonesia bisa dikatakan mengacu kepada kedua kekuatan besar yaitu ekonomi kapitalis yang berlandaskan liberalism dan ekonomi sosialis yang berlandaskan komunis. Kedua sistem tersebut bisa dikatakan tidak mewakili nilai kehidupan masyarakat Indonesia sendiri. Maka dari itu, Indonesia merancang sendiri sistem ekonomi yang sesuai dengan budaya Indonesia dan falsafah negara.
Terlepas dari sejarah yang akan menceritakan keadaan yang sesungguhnya pernah terjadi di Indonesia, maka menurut UUD’45, sistem perekonomian pancasila tercermin dalam pasal-pasal 23, 27, 33, dan 34. Sistem ekonomi yang diterapkan di Indonesia adalah Sistem Ekonomi Pancasila yang di dalamnya terkandung demokrasi ekonomi. Demokrasi ekonomi berarti bahwa kegiatan ekonomi dilakukan dari, oleh dan untuk rakyat di bawah pengawasan pemerintah.
Ciri-ciri utama sistem ekonomi Pancasila:
a)      Peranan dominan koperasi bersama dengan perusahaan negara dan perusahaan swasta.
b)      Manusia dipandang secara utuh, bukan semata-mata makhluk ekonomi tetapi juga makhluk sosial.
c)      Adanya kehendak sosial yang kuat ke arah egalitaririanisme atau pemerataan sosial.
d)     Prioritas utama terhadap terciptanya suatu perekonomian nasional yang tangguh.
e)      Pelaksanaan sistem desentralisasi diimbangi dengan perencanaan yang kuat sebagai pemberi arah bagi perkembangan ekonomi.
Secara teori, sistem perekonomian Indonesia memang sangat menginginkan terciptanya kesejahteraan bagi seluruh rakyat Indonesia seperti yang tercermin dalam pasal 33 UUD 1945. Kegiatan ekonomi juga semata-mata untuk membentuk persatuan bangsa yang semakin kuat. Oleh karena itu Pancasila dijadikan inspirasi untuk merancang sistem perekonomian Indonesia agar dapat menampung semua aspirasi komponen bangsa Indonesia.
1. Perkembangan Sistem Ekonomi Sebelum Orde Baru
Sejak berdirinya negara Republik Indonesia, banyak sudah tokoh-tokoh negara pada saat itu telah merumuskan bentuk perekonomian yang tepat bagi bangsa Indonesia, baik secara individu maupun melalui diskusi kelompok. Sebagai contoh, Bung Hatta sendiri, semasa hidupnya mencetuskan ide, bahwa dasar perekonomian Indonesia yang sesuai dengan cita-cita tolong menolong adalah koperasi (Moh. Hatta dalam Sri Edi Swasono, 1985), namun bukan berarti semua kegiatan ekonomi harus dilakukan secara koperasi, pemaksaan terhadap bentuk ini justru telah melanggar dasar ekonomi koperasi. Demikian juga dengan tokoh ekonomi Indonesia saat itu, Sumitro Djojohadikusumo, dalam pidatonya di negara Amerika tahun 1949, menegaskan bahwa yang dicita-citakan adalah ekonomi semacam campuran. Namun demikian dalam proses perkembangan berikutnya disepakitilah suatu bentuk ekonomi Pancasila yang di dalamnya mengandung unsur penting yang disebut Demokrasi Ekonomi.

2. Sistem Perekonomian Indonesia Berdasarkan Demokrasi Pancasila
Terlepas dari sejarah yang akan menceritakan keadaan yang sesungguhnya pernah terjadi di  Indonesia, maka menurut UUD’45, sistem perekonomian pancasila tercermin dalam pasal-pasal 23, 27, 33, dan 34. Sistem ekonomi yang diterapkan di Indonesia adalah Sistem Ekonomi Pancasila yang di dalamnya terkandung demokrasi ekonomi. Demokrasi ekonomi berarti bahwa kegiatan ekonomi dilakukan dari, oleh dan untuk rakyat di bawah pengawasan pemerintah.

3. Sistem Perekonomian Indonesia sangat Menentang adanya sistem Free fight liberalism, Etatisme, dan Monopoli Dengan demikian, di dalam perekonomian Indonesia tidak mengijinkan adanya:
a) Free fight liberalism ialah adanya kebebasan usaha yang tidak terkendali sehingga memungkinkan terjadinya eksploitasi kaum ekonomi yang lemah. Dengan dampak semakin bertambah luasnya jurang pemisah kaya dan miskin.
b) Etatisme yaitu keikutsertaan pemerintahan yang terlalu dominan sehingga mematikan motifasi dan kreasi dari masyarakat untuk berkembang dan bersaing secara sehat.
c) Monopoli suatu bentuk pemusatan kekuatan ekonomi pada satu kelompok tertentu, sehingga tidak memberikan pilihan lain pada konsumen untuk tidak mengikuti ‘keinginan sang monopoli’
Pada awal perkembangan perekonomian Indonesia menganut sistem ekonomi Pancasila. Ekonomi Demokrasi, dan ‘mungkin campuran’, namun bukan berarti sistem perekonomian liberalis dan etatisme tidak pernah terjadi di Indonesia. Awal tahun 1950-an – tahun 1957-an merupakan bukti sejarah adanya corak liberalis dalam perekonomian Indonesia. Demikian juga dengan sistem etatisme, pernah juga mewarnai corak perekonomian di tahun1960-an – masa orde baru.
Keadaan ekonomi Indonesia antara tahun 1950 – tahun 1965-an sebenarnya telah diisi dengan beberapa program dan rencana ekonomi pemerintah. Diantara program-program tersebut adalah:
  • Program Banteng tahun 1950, yang bertujuan membantu pengusaha pribumi.
  • Program/ Sumitro Plan tahun 1951.
  • Rencana Lima Tahun Pertama, tahun 1955-1960
Namun demikian ke semua program dan rencana tersebut tidak memberikan hasil yang berarti bagi perekonomian Indonesia.
Beberapa faktor yang menyebabkan kegagalan adalah:
  • Program-program tersebut disusun oleh tokoh-tokoh yang relatif bukan bidangnya, namun oleh tokoh politik, dengan demikian keputusankeputusan yang dibuat cenderung menitik beratkan pada masalah poitik, dan bukannya masalah ekonomi. Hal ini dapat dimengerti mengingat pada masa-masa ini kepentingan politik lebih dominan, seperti mengembalikan negara Indonesia ke negara kesatuan, usaha mengembalikan Irian Barat, menumpas pemberontakan di daerahdaerah, dan masalah politik sejenisnya.
  • Akibat lanjut dari keadaan di atas, dana negara yang seharusnya dialokasikan untuk kepentingan kegiatan ekonomi, justru dialokasikan untuk kepentingan politik dan perang.
  • Faktor berikutnya adalah, terlalu pendeknya masa kerja setiap kabinet yang dibentuk (sistem parlementer saat itu). Tercatat tidak kurang dari 13 kabinet berganti saat itu. Akibatnya program dan rencana yang telah disusun masing-masing kabinet tidak dapat dijalankan dengan tuntas, kalau tidak ingin disebut tidak sempat berjalan.
  • Disamping itu program dan rencana yang disusun kurang memperhatikan potensi dan aspirasi dari berbagai pihak. Disamping putusan individu/ pribadi, dan partai lebih dominan daripada kepentingan pemerintah dan negara.
  • Adanya kecenderungan terpengaruh untuk menggunakan sistem perekonomian yang tidak sesuai dengan kondisi masyarakat Indonesia (liberalis, 1950 – 1957) dan etatisme (1958 – 1965).
Akibat yang ditimbulkan dari sistem etatisme yang pernah ‘terjadi’ di Indonesia pada periode tersebut dapat dilihat pada bukit-bukit berikut:
  • Semakin rusaknya sarana-sarana produksi dan komunikasi, yang membawa dampak menurunnya nilai eksport kita.
  • Hutang luar negeri yang justru dipergunakan untuk proyek ‘Mercu Suar’.
  • Defisit anggaran negara yang makin besar, dan justru ditutup dengan mencetak uang baru, sehingga inflasi yang tinggi tidak dapat dicegah kembali.
Keadaan tersebut masih dipaparkan dengan laju pertumbuhan penduduk (2,8%) yang lebih besar dari laju pertumbuhan ekonomi saat itu, yakni sebesar 2,2%.

4. Perkembangan Sistem Ekonomi Indonesia Setelah Orde Baru
Iklim kebangsaan setelah Orde Baru menunjukkan suatu kondisi yang sangat mendukung untuk mulai dilaksanakannya sistem ekonomi yang sesungguhnya diinginkan rakyat Indonesia. Setelah melalui masa-masa penuh tantangan pada periode 1945 – 1965, semua tokoh negara yang duduk dalam pemerintahan sebagai wakil rakyat untuk kembali menempatkan sistem ekonomi kita pada nilai-nilai yang telah tersirat dalam UUD 1945.
Dengan demikian sistem demokrasi ekonomi dan sistem ekonomi Pancasila kembali satu-satunya acuan bagi pelaksanaan semua kegiatan ekonomi selanjutnya. Awal Orde Baru diwarnai dengan masa-masa rehabilitasi, perbaikan, hampir di seluruh sektor kehidupan, tidak terkecuali sektor ekonomi.
Rehabilitasi ini terutama ditujukan untuk:
  • Membersihkan segala aspek kehidupan dari sisa-sisa faham dan sistem perekonomian
  • Menurunkan dan mengendalikan laju inflasi yang saat itu sangat tinggi, yang berakibat terhambatnya proses penyembuhan dan peningkatan kegiatan ekonomi secara umum.
Tercatat bahwa :
  • Tingkat inflasi tahun 1966 sebesar 650%
  • Tingkat inflasi tahun 1967 sebesar 120%
  • Tingkat inflasi tahun 1968 sebesar 85%
  • Tingkat inflasi tahun 1969 sebesar 9,9%
Dari data di atas, menjadi jelas, mengapa rencana pembangunan lima tahun pertama (REPELITA I) baru dimulai pada tahun 1969. Sejak bergulirnya reformasi 1998, di Indonesia mulai dikembangkan sistem ekonomi kerakyatan, di mana rakyat memegang peranan sebagai pelaku utama namun kegiatan ekonomi lebiih banyak didasarkan pada mekanisme pasar. Pemerintah mempunyai hak untuk melakukan koreksi pada ketidaksempurnaan dan ketidakseimbangan pasar.

Para Pelaku Ekonomi
Tiga Pelaku Ekonomi (Agen-agen pemerintah dalam Pembangunan Ekonomi)
Dalam ilmu ekonomi mikro kita mengenal tiga pelaku ekonomi, yaitu:
  • Pemilik faktor produksi
  • Konsumen
  • Produsen
Maka jika dalam ilmu ekonomi makro kita mengenal empat pelaku ekonomi :
  • Sektor rumah tangga
  • Sektor swasta
  • Sektor luar negeri
Sumber dan Referensi:
https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEiXVXLBKXufg_ESfumzn7Cxb65R8T0Xwxl1xGVm5HwQjLyOhDgSPspk58A_tjD-I9vmH9OsP5j_-rU62fhjocfLgJ9iXdlHszDBn0LCpvr9pMjULyxNXydsTPlxZ9OXOVVcKE1NITZFTrGQ/s800/dance_flow.png